Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dilema Nasib Akhir Otonomi Daerah

Kapal tertambat

DILEMA NASIB AKIBAT OTONOMI DAERAH - Diakui atau tidak, pada masa swatantra kawasan kini ini, pengelolaan Penyuluh Perikanan (dahulu Penyuluh Pertanian Bidang Perikanan) berstatus PNS di tangan pemerintah wilayah masih dilingkupi bermacam-macam dilema.

Mulai minimnya akuntabilitas pada penempatan CPNS pasca rekrutmen, rendahnya kompetensi & profesionalisme, hingga kasus dianak tirikan. Disisi lain, jaminan kebebasan berserikat atau afiliasi organisasi di tingkat lokal menjadi duduk kasus tersendiri.

Persoalan akuntabilitas, diantaranya tercermin berdasarkan masih adanya perseteruan dalam penempatan CPNS sinkron dengan perpaduan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi RI pasca rekrutmen pada berbagai wilayah.


DILEMA NASIB AKIBAT OTONOMI DAERAH



Alhasil, CPNS kumpulan Penyuluh Perikanan hasil rekrutment nir seluruhnya menjadi Calon Penyuluh Perikanan. 

Hal ini terjadi karena 2 hal, yang pertama pihak yang bersangkutan lebih menentukan kerja kantoran, sehingga mereka menentukan untuk dinas pada SKPD kabupaten, sebagai karenanya yg bersangkutan pun melaksanakan upaya-upaya buat mencapai keinginannya tadi.

Yang ke 2, pada sisi lain pihak pemerintah kawasan meng-amin-i upaya-upaya ini. Selain itu, beberapa pemda masih menduga eksisitensi penyuluh perikanan masih kurang diperlukan di mata sebagian ketua wilayah. 

Formasi yg diusulkan sang pemda ke pemerintah pusat yg seyogyanya merupakan citra kebutuhan pada daerah, namun hanya sebagai “komoditas” saja.

“Kita siapkan 8 ribu penyuluh dengan komposisi tiga.188 penyuluh PNS, 1.500 penyuluh PPTK, dan tiga.312 penyuluh swadaya. Dengan jumlah tersebut, pada masing-masing kabupaten akan ada 20-25 penyuluh,” istilah Menteri Kelautan dan Perikanan 

Apabila Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan Penyuluh Perikanan berjumlah kurang lebih 3.188 penyuluh PNS, 1.500 penyuluh PPTK, & tiga.312 penyuluh swadaya, masalah penempatan CPNS pasca rekrutment di kawasan ini akan menjadi tantangan akbar buat mencapai asa Bapak Menteri tersebut.

Terkait memakai rendahnya kompetensi dan profesionalisme penyuluh perikanan, hal ini diakibatkan masih kurangnya menerima Pendidikan & Pelatihan (Diklat). Hingga saat ini, pendidikan dan pembinaan yang masih digulirkan bagi penyuluh perikanan hanya sebatas diklat dasar jabfung tingkat terampil, diklat dasar jabfung taraf ahil, & diklat alih jenjang/ kelompok.
Sedangkan untuk diklat teknis & diklat administrasi hingga kini belum pernah diadakan bagi penyuluh perikanan. Di sisi lain, bagi penyuluh yang memiliki inisiatif melaksanakan upaya peningkatan kompetensi & profesionalisme terkendala oleh jarak yg nisbi jauh dengan UPT Kementerian yg beredar di seluruh Indonesia, hal ini menjadikan biaya  transportasi & fasilitas yang besar .

Terkait dengan masih terjadi anak tiri, hal ini memang aktual terjadi pada beberapa daerah. Penyuluh Perikanan PNS masih dianggap Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) atau masih dipercaya sama dengan Penyuluh Pertanian PNS. Hal ini, mengakibatkan masih terjadi Penyuluh Perikanan menerima kawasan kerja/ binaan penyuluhan hanya satu desa.

Hal ini berdasarkan program Kementerian Pertanian memang buat Penyuluh Pertanian, Satu Desa Satu Penyuluh. Bagaimana seorang penyuluh perikanan bekerja memakai cakupan kawasan satu desa memakai potensi perikanan yg relatif sangat terbatas.

Semua pertarungan yg terjadi, mulai minimnya akuntabilitas pada penempatan CPNS pasca rekrutmen, rendahnya kompetensi dan profesionalisme, hingga masalah dianak tirikan harus mendapatkan perhatian & dicarikan win win solution berdasarkan pemerintah pusat, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan, semoga asa berakibat Indonesia Penghasil Perikanan Terbesar Tahun 2015 sanggup tercapai.