Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

20 Tahun Penuh Cinta








                                20 TAHUN PENUH CINTA

Tanda menyayangi itu tidak harus mengirim bunga dengan kalimat rayu merajuk hati  nanti di bilang lebay hohoho.....sebentuk perhartiaan dalam kesehariaan saya rasa cukup......

Perhartiaan itu bukan misal mengingat hari ulang tahun, tanggal perkawinan atau yang lainnya, ........selalu ada waktu waktu di perlukan, itupun sebentuk perhartiaan

Sebab ungkapan cinta tidak selamanya berupa kalimat, ‘ Aku mencintaimu.....”
kalau mirip itu, anak anak Sekolah Menengah Pertama sek
arang ini sudah wasis bicara mirip itu, apalagi anak anak SMA...mungkin sudah pada pandai bobok tumpuk hohoho........

Yang terlihat mirip murka marah terus itu sebetulnya perjuangan untuk mendapatkan perhartiaan, bukan sebetulnya marah......

Terlalu sering menyuruh nyuruh itu bukan lantaran malas atau ingin memanfaatkan situasi keadaan ....tapi untuk mendapatkan rasa bahwa sesungguhnya kita dekat.........

18 tahun penuh cinta dalam suka dan duka
Manusia tepat itu bukan yang tidak pernah melaksanakan kesalahan fatal....tapi sadar dan mau memperbaiki tindakan itu saya rasa lebih tepat untuk membina keutuhan

Aku sadar ada bagiaan diriku beserta dirimu....ada selalu bersamamu, selalu bersama
dalam ragu pun selalu bersama.....sebab kita hanya sekedar menjalani hidup.....
hanya bisa berusaha tapi penentu tamat tetep Gusti......
PROSES ADALAH HARGA MATI

JOGJA 1994
Ini yaitu awal pertama kali kita berjumpa, dalam hati membatin, “ Itu arek wedok manis temen....” Untuk sesaat dalam hati membatin mirip itu, kemudian menghilang kemudiaan. Waktu banyak tersita oleh kegiaatan kampus, dalam pencariaan sahabat sahabat se visi se aliran dalam memandang hidup. Kenyataan saya yang realitis praktis, mungkin menjerat langkah kaki dalam perjuangan memperbanyak teman, hingga ketemu sahabat Sugiarto Bantul dan Rudianto Sargo Klaten. Awal dunia kampus kita jalani bertiga, sebagai mahasiswa yang mngkin oleh sahabat lain di lihat sebagai sebuah mahkluk inferior subordinat, kecil dalam pandangan mereka. Sebab kita bertiga tidak terlalu memperhatikan penampilan, tidak terlalu memperehatikan image. Yang ada hanya menempa diri untuk bisa sanggup bangun diatas kaki sendiri dalam menyikapi tantangan hidup ke depan.

Tempat kost waktu itu masih di tempat Ngemplak sebelah utara fly over Janti kini ini. Untuk mengisi waktu saya pelihara ayam Bangkok, beli bibit anakan dari Klaten di besarkan di Jogja, untuk pertama kali beternak di luar Klaten, hasil tak seberapa, tapi kepuasan batin yang di sanggup mengalahkan nilai rupiah yang tak seberapa. Bagi anda yang pernah mencicipi momentum semacam itu niscaya sudah bisa membanyangkan, puasnya hati.

Jarak ke kampus yang berada di tempat Nitikan, untuk 3 bulan pertama kutempuh dengan bus kota yang membelah kota Jogjakarta. Kedatangan bus kota yang tidak tepat waktu sering menciptakan skedul jadwal hariaan yang ku susun berantakan. Jalan keluar yang di ambil, pulang ke Klaten sambil membawa sepeda pancal ‘ pit kebo lanang ‘ kebanggaan. Saat di mana sahabat lain berlalu lalang dengan sepeda motor, ketika itu masih yang tipe Honda Grand, tidak menciptakan nyali untuk merasa terendahkan, woles wae...luweh....yo Romone Hasna

Walau kenyataan modal sepeda pancal, bakalan sulit mencari sahabat perempuan hohoho...jadi ndak usah minder Arjuno Yudhy Pati . Deretan parkir di kampus hanya ada tiga sepeda pancal, lainnya sepeda motor dan mobil, tapi hal itu tidak menciptakan berkecil hati, biasa saja. Naiknya memang sepeda kebo tapi isi dompet full, bisa untuk melaksanakan apa saja, tapi kebanyakan di tabung untuk berlatih perjuangan ternak kecil kecilan.

Jarak Klaten jogja 60 km kutempuh sendiriaan dengan menaiki sepeda kebo berangkat jam 12 siang hingga Jogja jam 7 malam, usang juga yo ternyata, lelah tapi bahagia puas, insiden perjumpaan dengan banyak orang di jalanan, membuka wawasan berpikir yang jembar dari banyak sekali sudut pandang, hidup itu bukan hanya ‘ Kita ‘ tapi bisa ‘ Dia ‘ atau ‘ Mereka ‘

Setahun kemudian pindah kost di Bantul, tepate Pelem Sewu Sewon Bantul, jalan Parangtritis pada semester ke 3 di kampus. Sewa satu rumah full di pinggiran desa dan berbagi peternakan ayam kresing petelur, kurang lebih 300 ekor. Waktu pematangan bermandiri ini membentuk saya untuk selalu berpikir lebih dewasa. Cara menghitung formula pakan teori di kampus saya matengkan eksklusif dalam praktek lapangan, hingga kini diluar kepala sudah bisa memprediksi formula itu bagus apa tidak dengan hanya melihat sekilas.

Harap maklum ya dengan contoh ritme hidup anak kost sendiriaan sambil berguru mandiri, segalanya serba berantakan, sayangnya sehabis berumah tanggapun , administrasi kapal pecah selalu ikut ke bawa bawa, hahahasyuuuuui...wes ben ra popo. Menu faporit saya yaitu sayur kankung, onseng tahu dan tempe, gampang masaknya tidak ribet dan murah, masak sendiri itu nikmatnya mirip orang orgramus lo...enak tenan...hohoho....nasi tinggal ngecopke magic comp sudah matang sendiri. Kenapa kuliner sendiri lebih terasa nikmat ? alasannya yaitu kita memakannya perut dalam kondisi bener bener lapar, effeknya sayur kankung terasa gudeg Bu Tjitro, oseng tempe tahu terasa sate kambing maknyus desa Mangiran.

Pagi siang acara di kampus, sore hari melebur di acara kampung Pelem Sewu bersama pemudanya dan malam hari, start jam 5 sore hingga jam 8 malam setor hasil telur kresing bakul bakul langganan, dari Patangpuluhan, Jokteng Kulon, pasar Sentul, Purawisata, dan finis di Kota Gede. Irama mirip itu saya jalani seminggu sekali bermodal sepeda kebo.

Rupiah yang terkumpulkan di putar kembali untuk memberi makan ternak, sisanya buat isi dompet dan keperluaan kampus. Sejak berguru sanggup bangun diatas kaki sendiri tersebut, mental tangguh ora isinan asal halal sudah tertanam dalam hati dan prinsip simpel makin menghunjam, berpikir apa tujuaannya lebih mengedepan di banding aksesoris sekunder yang melenakan.

Itu contohnya mirip ini, anda beli kendaraan beroda empat untuk sarana pergi ke kampus, apakah kendaraan beroda empat dalam hal ini tidak bisa di gantikan dengan sepeda motor atau sepeda pancal ? bisa kan ? ini artinya kendaraan beroda empat sepeda motor sepeda pancal itu dalam satu tataran derajat fungsi guna, yang membedakan hanya rasa bangga, rasa ‘ wah ‘....padahal bagiku rasa besar hati rasa ‘ wah ‘ sudah usang ku buang ke keranjang sampah. Sebab parameter sukses itu bukan dengan banyaknya kendaraan beroda empat yang di miliki, bukan banyaknya rumah yang di miliki, bukan banyaknya istri yang di miliki...sorry yo mbah Abu Isa , hohoho...tapi sukses itu ketika engkau bisa memunggungi dunia.

Beternak ayam kresing 300 ekor ternyata sangat memberatkan tenaga, pembagiaan waktu jadi kacau, ternak ayam kresing bertahan 1,5 tahun...lumayan untuk sebuah pembelajaran yang benar benar mandiri. Mensuplai kebutuhan telur tetas pada sahabat sahabat kampus ketika praktek menetaskan telur dengan mesin tetas juga saya lakukan. Berangkat ke kampus dengan keranjang bok kayu di boncengan sepeda kebo tidak merupakan tindakan yang terasa memperhinakan. Kenapa mesti aib kalau tindakan yang anda lakukan yaitu halal dan benar ?

Tempaan mental dalam skala kecil semacam ini belum seberapa di banding nanti dongeng ketika sudah menikah.....melatih mental yang saya lakukan benar benar amat berat, sangat ekstrim dalam menguji kekuatan mental menempa jiwa tangguh.

Dulu ketika di kampus ada satu sahabat perempuan yang sangat menyita perhatiaan, dari segi fisik manis dan keteguhan pendiriaan, wes...auranya benar benar membius tapi angker setiap laki-laki yang berusaha untuk merebut hatinya. Dan saya termasuk yang minder...gupuh karepe dewe....hanya bisa memandang kagum dari kejauhan...hanya itu....sebab menyerupai hidangan makanan, sahabat perempuan satu ini terasa terlalu glamor bagiku.....takut memakannya hasilnya hanya puas memandang memperhatikan dari kejauhan.....

Tahun 1996 untuk pertama kalinya saya punya sepeda motor grand dan seingat saya sahabat cewek yang pertama kali mbonceng yaitu Endah Ernawati dan mulai nambah sahabat : Lena Handoko Ngadimulya, Koko Hari Keswara Karangkajen, David Margono Singojayan, Ugra wiyata bantul, Leny Indriatuti Srigading, Wienarni metro, Mei Kurniawati magelang, Shohibul Magelang, Brangkat Triwidadi, Pujo , Muhammad Amri yahya Pematang Siantar dll

Tahun ini juga mulai mengenal mbah Nun ketika pagelaran di kampus UGM masih format Pengajiaan Tombo Ati hingga keterusan di Mocofat Syafaat Kasihan Bantul, mulai tertarik dengan pemikiran yang sangat cair bisa menyentuh relung hati paling dalam. Semua olah pikir saya terpengaruh dari mbah M, hasilnya mirip saya yang kini ini....
Tahun 1997
Sebagai ganti perjuangan ternak ayam kresing saya menciptakan 3 kolam ikan lele yang akibatnya berubah menjadi 5 buah kolam lele dengan populasi total 50.000 ekor. Harga ikan lele ketika itu Rp 2500/ kg dengan harga di kolam Rp 1.900 – 2000/ kg. Pakan yang saya berikan pellet pabrik , pakan formula fermentasi dan limbah ikan pasar Sentul dan Beringharjo

Saya kadang ikut membantu jualan ikan maritim Mas Yono di pasar Beringharjo dan Sentul. Berangkat ke pasar jam 3 pagi dan pulang jam 12 siang. Ini pun saya anggap sebagai pembelajaran interaksi pasar sesungguhnya dan mencicipi real irama kerja.

Tahun 1997 atau 1996 saya lupa pastinya hobyy saya mengkoleksi buku ,apapun buku itu, kebanyakan buku peternakan dan buku agama. Kitab Ihya Ulumidin sebanyak 9 kitab saya beli di Shopiing Center sedang buku agama lainnya saya peroleh di Kios Buku Raja Murah tempat Demangan mirip Bidayatul Hidayah karya Imam Ghazali. Buku buku yang bertema Tasawuf dan ahklakul karimah perbaikan budi pekerti sangat saya suka.

Dirumah kost Pelem Sewu saya di temani seekor kucing yang ku kasih nama Si Sri, menemani di malam hari, tidur pun selalu ndesel denganku. Ikatan batin itu bukan hanya antar insan tapi bisa antara binatang dan manusia, mirip saya dan kucing Sri.


Perasaan saya ketika itu ada dua gadis yang nampak faktual menaruh hati padaku, saya sadar tapi semua tak anggap sahabat semua. Meski dalam hati waktu itu feling saya menyampaikan saatnya cari istri. Maka dalam hati saya membatin, “ Jika tiba seorang gadis yang mengajak menikah, siapapun beliau niscaya saya iyakan “ itu batinku...tak ada orang yang tahu....
Lalu Akcahyanti Eko Arlini muncul, sering tiba ke kost, pikirku apa ini hasil dari mbatin selama ini ? akibatnya keterusan bablas kita menikah, tidak ada yang menduga tidak ada yang bisa memperkirakan

18 Oktober 1997
Itu hari ijab kabul kita
Mulai detik ini yaitu awal kemandiriaan yang benar benar mandiri, alasannya yaitu suplai jatah uang dari orang renta benar benar sudah di hentikan, bukannya tidak di kasih tapi memang niatku mirip itu. Kita masih tinggal di Pelem Sewu alasannya yaitu saya belum lulus, kalau istri lantaran termasuk anak cerdas wisuda nya barengan dengan abang kelas. Teman satu angkatan yang ikut wisuda ketika itu yaitu Akcahyanti eko Arlini, Eni, Kanti Rahayu dan 
Saya sendiri malah 2 kali tertunda ikut wisuda, info yang di sanggup selalu terlambat.

Di Pelem Sewu kita berganti tempat kost hingga 4 kali, inilah ketika saat kita benar benar memahami pait getir kehidupan dari tahun 1997 hingga 2004, selama 7 tahun dalam kawah Candradimuka kehidupan, orisinil benar benar mencicipi jiwa dan raga. Dari awal prinsip saya memang tidak mau kerja pada orang lain, sahabat yang berusaha menarik ke pabrik pakan besarpun saya tolak, beberapa kali di minta tetep tak tolak, meski sejujurnya kondisi waktu itu saya benar dalam kekurang, tapi prinsip awal itu tak bisa saya langgar.

7 tahun penuh suka sedih kami jalani bersama, ternak lele masih berjalan beberapa periode kemudian mencoba ternak ikan gurami, semua berjalan layaknya air mengalir. Usaha lain yang pernah di coba yaitu menciptakan kaos dengan gambar khas prajurit Jawa. Hasil produk sebagiaan di ambil sahabat sebagiaan saya kelilingkan ke pasar pasar tradisional se Bantul, mulai pasar Bedog, pasar Sri Gading, pasar Bantul, pasar KotaGede, pasar Mangiran, itu berangkat pagi jam 6 hingga pulang jam 1 siang dan malam harinya saya buka dasaran di klitikan Tugu atau Asem Gede pulang jam 10 malam.
Usaha lain jualan buah Siwalan atau Taal di depan kampus STIE Kerjasama Jalan Parangtritis, termasuk jualan Es Dawet dan Nasi Bungkus...begitulah berjalan mirip air mengalir, rasa aib rendah diri benar benar sudah musnah, sahabat sahabat dari kampung yang tahu juga ndak papa hingga di kampung sya kondang sebagai penjual hik angkringan yo ndak papa...apa susahnya.

Pada moment puasa biasanya saya jualan kolak dan dawet, pagi hari belanja ke pasar Sentul di olah dan menjelang mahgrib mulai menjajakan sekitar 125 bungkus, kadang kurang kadang sisa banyak, itulah resiko perjuangan jualan barang mateng harus di buang.

Saat kekurangan duit, tidak ada sepeserpun duit di dompet sempat ikut mborong menurunkan dan menaikan packingan kerikil penghias rumah. Satu dus bobot sekitar 10-15 kg. Ratusan dus kerikil itu ,bersama 4 sahabat lain di garap bareng dari pagi hingga malam gres selesai, tiap orang sanggup bagiaan 135rb...semplok poll rasane tubuh ini, tapi tiada tangis dilakoni wae dengan iklas, alasannya yaitu memang hanya itu yang bisa cepat mendapatkan uang.

Kerja packing kerajinan keramik di desa Kasongan juga pernah, gajiaan hariaan sanggup Rp 8.000 /hari dan sanggup makan siang, seminggu sanggup uang Rp 48.000 masih kepotong bensin
hohoho.....wes pokokmen obah mengko rak mamah.....kalau pas mau kirim luar negeri biasanya lembur memasukan barang ke kontainer, di kerjakan dari jam 5 sore hingga menjelang Subuh gres kelar, hanya sanggup jatah makan 2 kali dan uang kalau ndak salah ingat kisaran 15rb...tak sepadan dengan lelah yang di dapat.

Pernah pas mau Idulfitri , uang di dompet tinggal sedikit, jikalau tidak kerja bakalan tidak bisa pulang, untung ada sahabat yang mengajak kerja packing keramik setoran dari Bayat, 2 ahad itu lembur terus di malam hari akibatnya sanggup uang Rp 128.000 hingga jadi sangu pulang lebaran
Apapun pekerjaan selama di Bantul pernah saya lakukan, kebutuhan untuk ngasih makan istri menjadi tenaga tak pernah padam yang harus terus saya usahakan. Moment paling parah yaitu ketika selama 3 hari penuh kita puasa....benar benar puasa lantaran memang tidak ada kuliner yang bisa di makan

Untuk sekedar mengganjal perut kita ketika itu untuk membatalkan puasa yaitu mencari flora tebu hingga kalau buang air besar yang keluar hanya air saja.

Mencari flora bayam kangkung pokoknya yang sekedar bisa mengganjal lapar, atau mencari beton, biji buah nangka yang di buang tetangga ke tempat sampah, malam hari tak ambili di basuh higienis kemudian di rebus...effeke pijer ngentat ngentut wae hohoho sekali itu tawa saya berbarengan dengan tangisan, dalam hati sakit tapi tetep harus di jalani.

Soal rokok belum di ceritakan ya ? pertama kali merokok yaitu rokok Bentoel kemudian Djarum Super kemudian Gudang Garam itu kalau pas punya uang...kalau tidak punya uang rokoke Tengwe ngelinting dewe beli tembakau kemasan Sari Rasa, jadi saya sudah mahir nek mung ngelinting rokok mbako hohoho.........

Yang menciptakan hati ini tentram yaitu dalam kondisi lapar tidak punya uang Istriku tersayang tidak sekalipun terucap satu kata yang merupakan agresi protes dari keadaan yang kita alami bersama.....hanya membisu dan tersenyum atau minta cerai...tidak tapi mendapatkan keadaan apa adanya......wes jempol........

Dulu uang Rp 10,000 begitu berartinya bagi kita bersama dan sekarang......
kini ini dalam sehari mau mencari uang 1.000.000 – 2.000.000 terasa begitu mudahnya
makanya kini istriku tersayang,..... mau refresing belanja apapun boleh.....sebagai konvensasi kesusahan selama melatih diri di Bantul

Benar adanya Proses Adalah Harga Mati
\m/
kipdefayer